Pergerakan dalam nilai tukar tertentu mempengaruhi banyak aktivitas dari perusahaan domestik maupun internasional. Untuk satu hal, nilai tukar mempengaruhi permintaan untuk produk perusahaan dalam pasar global. Ketika mata uang suatu negara lemah (nilainya relatif rendah untuk mata uang lain), harga ekspornya di pasar dunia menurun dan harga impornya meningkat. Harga yang semakin murah membuat ekspor suatu negara lebih appealing dalam pasar dunia. Mereka juga memberi perusahaan-perusahaan kesempatan untuk mengambil keuntungan pasar dari perusahaan-perusahaan yang produknya berharga tinggi dalam perbandingan.
Lebih jauh, suatu perusahaan yang menjual di dalam suatu negara dengan mata uang yang kuat (seseorang yang nilainya relatif tinggi untuk mata uang lainnya), sementara pembayaran pekerja dalam suatu negara dengan mata uang yang lemah meningkatkan keuntungannya, Contohnya, Dell Computer (www.dell.com) membuat hampir semua produknya di Penang, Malaysia dan harga apapun yang diekspornya adalah dalam dolar. Tetapi pada saat yang sama Dell membayar pekerja Malaysianya dan suppliernya dengan mata uang lokal, yaitu Ringgit. Pada akhir 1990-ah, mata uang Malaysia kehilangan sejumlah besar nilainya. Hasil untuk Dell yang revenue telah digenerasikan dalam mata uang yang kuat, yang nilanya meningkat dengan stabil, sementara ekspansinya dibayar dalam mata uang yang lemah, yang nilainya terus jatuh. Pada sisi bawah, perusahaan yang keuntungan harganya seperti itu mungkin mengembangkan complacement mengenai penurunan harga produksi. Lebih jauh, jika manajer memandang keuntungan harga sementara disebabkan oleh nilai tukar sebagai berdaya saiang permanen, dan jangka panjang bisa di impaired.
Penurunan intensional dari nilai suatu mata uang oleh pemerintah suatu negara disebut devaluasi. Kebalikannya, peningkatan intensional dari nilai mata uang tersebut oleh pemerintah suatu negara disebut revaluasi. Konsep-konsep ini tidak akan membingungkan dengan tema mata uang lemah dan mata uang kuat, meskipun efeknya adalah sama.
Penurunan intensional dari nilai suatu mata uang oleh pemerintah suatu negara disebut devaluasi. Kebalikannya, peningkatan intensional dari nilai mata uang tersebut oleh pemerintah suatu negara disebut revaluasi. Konsep-konsep ini tidak akan membingungkan dengan tema mata uang lemah dan mata uang kuat, meskipun efeknya adalah sama.
Penurunan devaluasi harga dari ekspor suatu negara pada pasar dunia dan peningkatan harga impor karena mata uang suatu negara sekarang berkurang pada pasar dunia. Hal itu, pemerintah mungkin mendevaluasi mata uangnya untuk memberi perusahaan-perusahaan domestiknya suatu batasan kompetisi dari negara lain, Bagaimanapun, devaluasi mengurangi daya beli konsumen. Ia mungkin juga mengijinkan inefisiensi untuk mempertahankan perusahaan-perusahaan domestik karena ada berkurangnya tekanan yang perlu diperhatikan dengan biaya produksi. Revaluasi memiliki efek yang berlawanan: meningkatkan harga ekspor dan mengurangi harga impor.
Kita bisa melihat bahwa yen Jepang terus jatuh setelah akhir 1980-an. Tetapi di awal 1990-an, suatu yen yang kuat mulai merugikan ekspor otomobil Jepang dengan menambahkan sekitar $ 3300 untuk biaya setiap mobil Jepang yang terjual di AS. Tetapi situasi sebaliknya di pertengahan hingga akhir 1990-an ketika dolar meningkat terhadap yen. Pembuat mobil Jepang sekali lagi dapat menghargai ekspor mereka secara atraktif di AS. Pembuat mobil AS dipaksa menurunkan harga mereka sendiri agar bisa bersaing, sehingga merugikan margin keuntungan mereka. Bahkan kemudian, pembuat mobil Jepang mengingkatkan pembagian pasar mereka di AS hingga hampir 10% hanya dalam tahun 1997. Dengan demikian, pembuat mobil domestik AS mencoba mempersuasi kebijakan pasar AS bahwa dolar yang melemah penting untuk mereka bertahan dalam jangka pendek karena ia meningkatkan harga impor mobil.
Ada langkah-langkah yang dapat diambil perusahaan untuk menghitung efek negatif bahwa suatu mata uang yang terlalu kuat capat berakibat terhadap ekspor. Contohnya, dolar yang kuat mengakibatkan perusahaan-perusahaan AS menjadi lebih agresif dalam mengemboskan ekspor. Untuk tinjauan pada beberapa pendekatan berikut, terlihat Global Manajer berjudul “Menghadapi tekanan Ekspor: Kunci agar Strategi Sukses”.
Nilai tukar juga berakibat sejumlah keuntungan suatu perusahaan diperoleh dari subsidi internasionalnya. Perolehan subsidi internasional ini secara tipikal terintegrasi dalam pernyataan finansial induk perusahaan dalam mata uang asal. Menerjemahkan perolehan subsidi dari tuan rumah mata uang negara yang lemah ke dalam rumah yang kuat mereduksi jumlah perolehan ini ketika dimasukkan dalam mata uang asal. Misalnya, menerjemahkan perolehan dalam mata uang asal yang lemah meningkatkan masukan perolehan dalam mata uang asal. Untuk singkatnya, banyak perusahaan memotong kerugian perolehannya dengan jatuhnya nilai peso Argentina tahun 2002. Ketika firma-firma mentranslasikan keuntungan kedalam mata uang asal merek, keuntungan merosot jauh daripada uang mereka miliki tanpa kejatuhan nilai peso.